Anestesia Pada Preeklampsia
Abstrak
Preeklampsia
merupakan penyakit multifaktor dan multiorgan yang terjadi pada sekitar 8%
kehamilan di Amerika Serikat dimana merupakan penyebab mortalitas maternal
ketiga terbanyak. Meskipun terjadi peningkatan dalam hal penegakan diagnosis
dan tatalaksana preeklampsia, sejumlah komplikasi berat dapat terjadi baik pada
ibu maupun pada janin, dan tidak ada metode pencegahan yang efektif. Deteksi
dini dan identifikasi pada wanita hamil yang paling berisiko untuk mencegah timbulnya
preeklampsia. Waktu untuk dilakukan terminasi (persalinan) bergantung pada
sejumlah faktor meliputi usia gestasi, maturitas paru janin, dan yang paling
penting adalah keparahan penyakit. Tatalaksana anestesi meliputi regional anesthesia dengan evaluasi yang
hati – hati pada airway, status
volume, dan status koagulasi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Anestesi umum dilakukan dengan pertimbanagn khusus pada kasus – kasus berat
dimana anestesi spinal menjadi kontraindikasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakangsia continues to
be one of the major causes of mortality. ~ Anaesthetic considerations ibute to
the
Preeklamsia masih merupakan penyebab utama mortalitas
maternal. Pertimbangan anestesi dalam pre eklamsia berperan penting dan
berkontibusi pada keseluruhan manajemen. Pre eklamsia dikategorikan dengan
trias (1) hipertensi, (2) protenuria, dan (3) edema. Hipertensi pada kehamilan
biasanya berkaitan dengan preeklamsia tetapi juga karena gangguan hipertensi
lainnya. Hipertensi terjadi pada 5 – 10 persen dari semua kehamilan dan
biasanya terlihat pada primigravida setelah usia kehamilan 20 minggu.1
Preeklamsia lebih sering ditemukan pada kehamilan
pertama dan pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi3. Preeklamsia tetap menjadi salah satu dari
tiga penyebab utama kematian ibu di Amerika Serikat. Preeklamsia terjadi pada
6-8% kehamilan dengan 75% kasus yang ringan dan 25% menjadi kasus berat.2
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem
idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus,
preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana
digambarkan di suatu kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat
jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia
kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal
kehamilan.3
Pasien dengan preeklampsi berat kebanyakan harus
menjalani persalinan secara section
cesarea. Anestesi umum biasanya dipilih hanya jika teknik regional kontraindikasi.
Anestesi epidural digunakan pada pasien dengan preeklamsia berat. Meskipun
anestesi spinal dapat dihindari pada pasien karena risiko hipotensi yang berat,
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa efek hemodinamik anestesi spinal
dan epidural sama. 4
BAB II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Preeklamsia
Preeklampsia (PE) merupakan
kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan
di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria.
Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeclampsia dan disertai kejang yang
bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan
mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.3
Kumpulan gejala itu
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler tersebut
mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering pula
dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi.3
Pada tahun 2000, American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) mengembangkan sistem klasifikasi untuk penyakit
hipertensi selama kehamilan yaitu sebagai berikut.2
-
Preeklamsia
/ Eklamsia muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dengan hipertensi >
140/90, proteinuria, dan spektrum
disfungsi multiorgan seperti trombositopenia. HELLP syndrome merupakan bagian dari preeklasia berat yang
didefiniskan sebagai hemolysis (H), peningkatan
enzim hati (elevated liver enzymes
(EL) dan platelet rendah (low platelets
(LP).
-
Hipertensi
kronik tidak berkaitan dengan kehamilan dan muncul sebelum usia kehamilan 20
minggu (atau sebelum konsepsi).
-
Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik muncul dengan onset baru dari
trombositopenia atau proteinuria.
-
Hipertensi
gestasional atau transien merupakan hipertensi yang terjadi pada akhir
kehamilan, tanpa adanya bukti preeklamsia dan membaik pada periode post partum.
-
Istilah
PIH atau pregnancy-induced hypertension tidak lagi digunakan.
2.2 Etiologi
Preeklamsia
Etiologi preeklampsia sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak teori dikemukakan, tetapi belum
ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia
sering disebut sebagai “the disease of
theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:2
1.
Peningkatan
angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa
2.
Peningkatan
angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan.
3.
Perbaikan
keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus.
4.
Penurunan
angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5.
Mekanisme
terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
6.
Proteinuria,
kejang dan koma
Sedikitnya terdapat empat
hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:2
1.
Iskemia
plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spiralissehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang
menjadi iskemia plasenta.
2.
Peningkatan
toksisitas very low density lipoprotein
(VLDL).
3.
Maladaptasi
imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel
sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan
pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
Teori yang paling diterima
saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun, banyak faktor yang menyebabkan
preeklampsia dan di antara faktor-faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar
ditentukan apakah faktor penyebab atau merupakan akibat.2
2.3 Klasifikasi
Preeklamsia
Preeklampsia dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (PEB):5
-
Preeklampsia
ringan
Dikatakan preeklampsia
ringan jika:
a.
Tekanan
darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b.
Diastolik
90-110 mmHg
c.
Proteinuria
minimal (< 2g/L/24 jam)
d.
Tidak
disertai gangguan fungsi organ
-
Preeklampsia
berat
Dikatakan preeklampsia berat
bila:
a.
Tekanan
darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110mmHg.
b.
Proteinuria
(> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif.
c.
Bisa
disertai dengan :
·
Oliguria
(urine ≤ 400 mL/24jam)
·
Keluhan
serebral, gangguan penglihatan
·
Nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
·
Gangguan
fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
·
Edema
pulmonum, sianosis
·
Gangguan
perkembangan intrauterine
·
Microangiopathic
hemolytic anemia, trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda
preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat
digolongkan ke dalam eklampsia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa
kategori, yaitu:5
a.
PEB
tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending
eclampsia dengan gejala-gejala impending
di antaranya nyeri kepala, mata kabur,
mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.5
2.4 Patofisiologi
Preeklamsia
Berdasarkan etiologi iskemik
plasenta sebagai teori etiologi preeklamsi yang dapat diterima saat ini.
Perubahan pada vaskular plasenta pada trisemester pertama dapat menyebabkan
terjadinya preeklamsia. Placental
vasculitis terjadi akibat aktivasi reaksi antigen – antibodi antara
maternal dan jaringan fetus. Hal ini kemudian mengkibatkan ketidak seimbangan
dalam produksi dua prostaglandin plasenta yaitu prostacyclin dan thromboxane.1
Gambaran patologik pada
preeklamsia yang menjadi perhatian anestesi meliputi perubahan pada respirasi,
kardiovaskular, hematologic, neurologis dan sistem hepato renal. Perubahan –
perubahan tersebut kerap meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang berkaitan
dengan anesthesia yang meliputi:6
a.
Reduksi
pada tekanan nkotik plasma yang lebih
sering terjadi pada preeklamsia dibandingkan kehamilan normal, dan perubahan
ini juga terjadi bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular yang dapat
menyebabkan cairan berpindah ke ruang interstisial. Peningkatan cairan ekstra
vaskular ke paru menyebabkan edema pulmonal yang menyebabkan gangguan
pertukaran oksigen.6
b.
Koagulopati
potensial yang menggangu agregasi platelet dan fungsi platelet menyebabkan
peningkatan risiko perdarahan yang banyak. Pada keadaan ini, ahli anestesi
harus memperhatikan peningkatan risiko hematoma epidural yang mengakibatkan
kompresi pada spinal cord dan
paralisis permanen. Terdapat dua periode risiko terjadinya hal ini yaitu pada
saat dilakukan anestesi spinal atau anestesi epidural dan kedua pada saat
pelepasan kateter epidural.6
c.
Disfungsi
organ yang melibatkan ginjal dan hepar terjadi pada kasus preeklamsia berat.
Terjadinya oliguria merupakan penilaian awal terhadap berkurangnya volume
intravaskuler. Etiologi yang biasanya berperan terhadap berkurangnya produksi
urin adalah hipovolemia intravaskular.6
2.5 Manifestasi
Klinis Preeklamsia
Dua gejala yang sangat
penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria. Gejala ini
merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu
keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium
mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah
berat. Tekanan darah. Kelainan dasar
pada preeklampsia adalah vasospasme arteri sehingga tanda peringatan awal
muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik
sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. Kenaikan berat
badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan berat badan
yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat badan
sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam
seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus
dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala
edema non dependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua
lengan, atau tungkai yang membesar.3
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan
adanya suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan
biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.3
Nyeri
kepala. Gejala ini
jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi pada kasus
yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita
hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului
serangan kejang pertama.3
Nyeri
epigastrium. Nyeri
epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang
yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar
akibat edema atau perdarahan.3
Gangguan
penglihatan. Gangguan
penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang sedikit kabur,
skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh
vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.3
2.6 Diagnosis
Preeklampsia
Kriteria diagnosis untuk
preeclampsia meliputi onset baru peningkatan tekanan darah dan proteinuria
setelah usia gestasi 20 minggu. Gambaran klinis berupa edema dan peningkatan
tekanan darah di atas tekanan darah normal tidak lagi menjadi kriteria
diagnosis. Preeclampsia berat diindikasikan pada peningkatan tekanan darah yang
lebih tinggi dan derajat proteinuria yang lebih besar. Gambaran lainnya dari
preeklamsia berat meliputi oliguria, gangguan serebral atau visual, dan edema
paru atau sianosis (Tabel 2.1).5
Tabel 2.1
Kriteria Diagnosis Preeklampsia5
Preeklampsia
|
|
Tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg setelah usia gestasi 20 minggu
pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal.
|
|
Proteinuria: ≥
0.3 g protein dalam pengumpulan urin 24 jam (dengan pemeriksaan disptik urin
≥ +1)
|
|
Preeklampsia berat
|
|
Tekanan darah
sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg atau tekanan diastolik lebih
tinggu pada dua kali pemeriksaan dengan rentang waktu 6 jam setelah wanita
tersebut istirahat.
|
|
Proteinuria: ≥
5 g protein dalam pengumpulan urin 24 jam (dengan pemeriksaan disptik urin ≥
3+ pada dua kali pengumpulan urin secara acak dengan rentang waktu paling
sedikit empat jam.
|
|
Klinis
lainnya: oliguria (≤ 500 mL dari urin 24 jam), gangguan serebral atau visual,
edem paru atau sianosis, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas,
gangguan fungsi hati, trombositopenia, terhambat pertumbuhan intrauterin.
|
Diagnosis
akan sulit untuk ditegakkan jika dokter tidak mampu untuk membedakan
preeclampsia dengan gangguan hipertensi selama kehamilan. Gangguan – gangguan
ini meliputi hipertensi kronik, preeklampsia – eklampsia, preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik, dan hipertensi
gestasional.5
Hipertensi kronik
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan,
yang tercatat sebelum usia gestasi 20 minggu, atau terjadi pada 12 minggu
setelah persalinan. Kebalikannya, pada preeklampsia – eklampsia yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjaid setelah usia gestasi 20 minggu.
Eklampsia merupakan komplikasi terberat dari preeklampsia dimana terjadi onset
kejang pada wanita dengan eklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan
terjadi sekita 1% pada wanita dengan preeklampsia.5
Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik yang ditandai dengan onset proteinuria yang baru
(atau dengan peningkatan tiba – tiba pada level protein jika proteinuria sudah
terlebih dahulu ada), sebuah peningkatan yang bersifat akut pada level
hipertensi (diasumsikan proteinuria telah ada), atau terjadinya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelet count). 5
Hipertensi gestasional
didiagnosissaat terjadi peningkatan tekanan darah tanpa proteinuria yang
berkembang setelah usia gestasi 20 minggu dan tekanan darah kembali normal
dalam waktu 12 minggu setelah persalinan. Seperempat wanita dengan hipertensi
gestasional yang disertei proteinuria dapat mengarah pada preeklampsia. 5
2.7 Manajemen
Anestesi Pada Preeklampsia
Manajemen anestesi pada
pasien dengan preeclampsia memainkan peran yang penting pada periode ante
partum. Ahli anestesi harus terlebih dahulu melakukan evaluasi pre anestesi
yang meliputi riwayat pasien dan pemeriksaan fisik dengan hati – hati melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas dikarenakan adanya peningkatan risiko edema
faringolaringeal, dan penilaian terhadap kondisi kardiopulmonal pasien, cairan,
dan status koagulasi. Puasa harus dipertimbangkan pada pasien yang sangat
berisiko aktif dan bertujuan untuk menurunkan risiko aspirasi selama operasi section cesarea. Hasil pemeriksaan
laboratorium meliputi protein urin, hitung platelet, enzim hati, dan status
koagulasi.7
Pemahaman yang sesuai
terhadap dampak dari intervensi obstetrik yang meliputi penggunaan magnesium
sulfat adalah penting untuk manajemen anestesi pada preeclampsia. Magnesium
sulfat menyebabkan vasodilatasi secara langsung yang dapat meningkatkan aliran
darah uteroplasenta dan menurunkan tekanan darah. 7
Manajemen anesthesia pada
pasien preeclampsia memerlukan monitoring yang adekuat dan paling tidak
meliputi tekanan darah, pulsoximetry,
dan sebuah Foley catheter. Pemantauan tekanan vena sentral diindikasikan pada
pasien dengan edema paru, penyakit ginjal yang berat. 7
Edema paru jarang terjadi
namun sering menjadi masalah komplikasi yang serius pada 3% kasus preeclampsia
berat. Pemeriksaan dengan ekhokardiogram harus dilakukan jika terdapat gangguan
pada jantung (misalnya kardiomiopati). Risiko edema paru meningkat seiring
dengan pertambahan usia dan paritas dan sering terjadi pada masa post partum
yang berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan atau karena gagal
jantung. Dalam salah satu studi tentang edema parau dalam kehamilan dilaporkan
kematian maternal > 10% dan kematian perinatal >50%.7
Pada kasus perdarahan
peripartum karena atonia uterus, ergot alkaloid (misalnya metergin) harus dihindari
pada pasien – pasien dengan peningkatan tekanan darah yang dapat menjadi risiko
krisis hipertensi. Methylprostaglandin F2α (hemabate) dapat menjadi
pertimbangan jika oksitosin gagal untuk mencapai kontraktilitas uterus yang
adekuat. 7
ACOG dan American Society of Anesthesiologists
(ASA) merekomendasikan anesthesia regional yang digunakan pada pasien dengan
preeklamsia tanpa koagulopati yang bertujuan menurunkan kebutuhan terhadap
anestesi umum yang semestinya dilakukan pada prosedur – prosedur darurat.
Anestesi umum dapat meningkatkan risiko komplikasi yang meliputi perdarahan
serebral karena terjadi perubahan pada tekanan darah yang berkaitan dengan efek
induksi cepat anestesi. 7
Anestesi regional dapat
menurunkan tekanan darah yang biasanya diperparah oleh respon nyeri pada pasien
preeclampsia. Nanum hal ini bergantung pada kondisi hemodinamik pasien dan
status volume. Pemberian cairan harus selalu diperhatikan untuk menghindari
terjadinya overload cairan yang dapat
meningkatkan risiko edema paru. Sejumlah studi dalam dekade terakhir ini
menunjukan bahwa anestesi spinal dan anestesi kombinasi spinal – epidural
merupakan prosedur yang aman tanpa meningkatkan risiko pada ibu dan janin,
bahkan pada preeclampsia berat sekalipun. 7
Prosedur anestesi regional
sering dihubungkan dengan menurunnya mortalitas maternal, namun general endotracheal anesthesia (GETA) atau
anestesi umum masih diperlukan pada beberapa kasus. Indikasi untuk GETA
meliputi suspek placental abrubtion,
koagulopati, hitung platelet kurang dari 80.000 – 10.000/ μL pada pada pasien
preeclampsia, edema paru berat, eklampsia, dan severe fetal distress. GETA pada preeclampsia dapat meningkatkan
risiko hipertensi, aspirasi, dan depresi neonatus transien; risiko mortalitas
maternal pada GETA berkisar tujuh kali libat dibandingkan dengan anesthesia
regional. Selain itu, pada pasien preeclampsia sering terjadi edema
faringolaringeal yang tentu saja akan menjadi hambatan dalam melakukan
intubasi. Pasien dengan preeclampsia berat umumnya diberikan magnesium sulfat
yang dapat mneyebabkan kelemahan otot dan berpotensi menyebabkan efek muscle relaxant baik yang bersifat
depolarisasi maupun non depolarisasi. 7.8
BAB III
KESIMPULAN
Preeklamsia merupakan
sindrom yang relatif jarang, terjadi sekitar 5 – 8% dari seluruh kehamilan, dan
merupakan penyebab ketiga mortalitas maternal di Amerika Serikat. Penyebabnya
multifaktorial, dan penyakit ini digolongkan pada disfungsi platelet dan
endovaskuler dengan vasokonstriksi, perembesan kapiler, dan penurunan volume
intravaskuler yang menyebabkan hipoperfusi
multiorgan dengan potensi terjadinya end
– organ damage meliputi kejang eklampsia.
Penilaian awal yang hati –
hati dilakukan untuk prosedur anestesi pada pasien dengan preeklampsia,
khususnya pada kasus – kasus berat. Anestesia regional direkomendasikan untuk
pasien dengan preeklampsia. Pedoman ASA merekomendasikan bahwa anesthesia
regional harus menjadi pertimbangan awal kecuali pada kasus – kasus berat
dimana harus dilakukan anesthesia umum, dimana akan terjadi peningkatan risiko
akibat anesthesia umum.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Morison DH. 1987. Anesthesia
and Pre eclampsia. Canadian Journal of Anesthesia Vol 34 (4): p415.
2. Hawkins JL. 2010. Anesthetic
Management of the Preeclamptic Patient. (Online). (Available at http://www.cucrash.com.
Diakses 8 Mei 2012).
3. Cunningham FG. 2006. Buku Ajar Obstetri Williams Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit EGC.
4.
Aya
AG, Mangin R, Vialles N, Ferrer JM, Robert C, Ripart J, de La Caussaye JE.
2003. Patients with Severe Preeclampsia
Experience Less Hypotension During Spinal Anesthesia for Elective Cesarean
Delivery than Healthy Parturients: A Prospective Cohort Comparison. Anesth
Analg (97): p867–72.
5. Wagner LK. 2004. Diagnosis
and Management of Preeclampsia. American Family Physician Vol 17 (12):
p2317 – 2319.
6. MacArthur A.
2005. Anesthesia for severe hypertensive
disease of pregnancy and ischemic heart disease. Revista Mexicana de
Anestesiología Vol 26 Supp 1: S11 – S12.
7.
Turner
JA. 2010. Diagnosis and management of
pre-eclampsia: an update. International Journal of Women’s Health (2): p335–337.
8.
Sidani
M, Siddik – Sayyid SM. 2011. Preeclampsia,
A New Perspective In 2011. M.E.J. ANESTH 21 (2): p211 – 213.
Komentar
Posting Komentar