Anestesia Pada Preeklampsia



Abstrak
Preeklampsia merupakan penyakit multifaktor dan multiorgan yang terjadi pada sekitar 8% kehamilan di Amerika Serikat dimana merupakan penyebab mortalitas maternal ketiga terbanyak. Meskipun terjadi peningkatan dalam hal penegakan diagnosis dan tatalaksana preeklampsia, sejumlah komplikasi berat dapat terjadi baik pada ibu maupun pada janin, dan tidak ada metode pencegahan yang efektif. Deteksi dini dan identifikasi pada wanita hamil yang paling berisiko untuk mencegah timbulnya preeklampsia. Waktu untuk dilakukan terminasi (persalinan) bergantung pada sejumlah faktor meliputi usia gestasi, maturitas paru janin, dan yang paling penting adalah keparahan penyakit. Tatalaksana anestesi meliputi regional anesthesia dengan evaluasi yang hati – hati pada airway, status volume, dan status koagulasi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Anestesi umum dilakukan dengan pertimbanagn khusus pada kasus – kasus berat dimana anestesi spinal menjadi  kontraindikasi.

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakangsia continues to be one of the major causes of mortality. ~ Anaesthetic considerations ibute to the
Preeklamsia masih merupakan penyebab utama mortalitas maternal. Pertimbangan anestesi dalam pre eklamsia berperan penting dan berkontibusi pada keseluruhan manajemen. Pre eklamsia dikategorikan dengan trias (1) hipertensi, (2) protenuria, dan (3) edema. Hipertensi pada kehamilan biasanya berkaitan dengan preeklamsia tetapi juga karena gangguan hipertensi lainnya. Hipertensi terjadi pada 5 – 10 persen dari semua kehamilan dan biasanya terlihat pada primigravida setelah usia kehamilan 20 minggu.1
Preeklamsia lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama dan pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi3.  Preeklamsia tetap menjadi salah satu dari tiga penyebab utama kematian ibu di Amerika Serikat. Preeklamsia terjadi pada 6-8% kehamilan dengan 75% kasus yang ringan dan 25% menjadi kasus berat.2
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana digambarkan di suatu kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan.3
Pasien dengan preeklampsi berat kebanyakan harus menjalani persalinan secara section cesarea. Anestesi umum biasanya dipilih hanya jika teknik regional kontraindikasi. Anestesi epidural digunakan pada pasien dengan preeklamsia berat. Meskipun anestesi spinal dapat dihindari pada pasien karena risiko hipotensi yang berat, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa efek hemodinamik anestesi spinal dan epidural sama. 4


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1  Definisi Preeklamsia
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeclampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.3
Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi.3
Pada tahun 2000,  American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) mengembangkan sistem klasifikasi untuk penyakit hipertensi selama kehamilan yaitu sebagai berikut.2
-          Preeklamsia / Eklamsia muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dengan hipertensi > 140/90, proteinuria,  dan spektrum disfungsi multiorgan seperti trombositopenia. HELLP syndrome merupakan bagian dari preeklasia berat yang didefiniskan sebagai hemolysis (H), peningkatan enzim hati (elevated liver enzymes (EL) dan platelet rendah (low platelets (LP).
-          Hipertensi kronik tidak berkaitan dengan kehamilan dan muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu (atau sebelum konsepsi).
-          Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik muncul dengan onset baru dari trombositopenia atau proteinuria.
-          Hipertensi gestasional atau transien merupakan hipertensi yang terjadi pada akhir kehamilan, tanpa adanya bukti preeklamsia dan membaik pada periode post partum.
-          Istilah PIH atau  pregnancy-induced hypertension tidak lagi digunakan.
2.2  Etiologi Preeklamsia
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the disease of theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:2
1.      Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
2.      Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan.
3.      Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus.
4.      Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5.      Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
6.      Proteinuria, kejang dan koma
Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:2
1.      Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralissehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
2.      Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3.      Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor penyebab atau merupakan akibat.2
2.3  Klasifikasi Preeklamsia
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (PEB):5
-          Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan jika:
a.       Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b.      Diastolik 90-110 mmHg
c.       Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d.      Tidak disertai gangguan fungsi organ
-          Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila:
a.       Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110mmHg.
b.      Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif.
c.       Bisa disertai dengan :
·         Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
·         Keluhan serebral, gangguan penglihatan
·         Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
·         Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
·         Edema pulmonum, sianosis
·         Gangguan perkembangan intrauterine
·         Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:5
a.       PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di  antaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.5
2.4  Patofisiologi Preeklamsia
Berdasarkan etiologi iskemik plasenta sebagai teori etiologi preeklamsi yang dapat diterima saat ini. Perubahan pada vaskular plasenta pada trisemester pertama dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia. Placental vasculitis terjadi akibat aktivasi reaksi antigen – antibodi antara maternal dan jaringan fetus. Hal ini kemudian mengkibatkan ketidak seimbangan dalam produksi dua prostaglandin plasenta yaitu prostacyclin dan thromboxane.1
Gambaran patologik pada preeklamsia yang menjadi perhatian anestesi meliputi perubahan pada respirasi, kardiovaskular, hematologic, neurologis dan sistem hepato renal. Perubahan – perubahan tersebut kerap meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan anesthesia yang meliputi:6
a.       Reduksi pada tekanan  nkotik plasma yang lebih sering terjadi pada preeklamsia dibandingkan kehamilan normal, dan perubahan ini juga terjadi bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan cairan berpindah ke ruang interstisial. Peningkatan cairan ekstra vaskular ke paru menyebabkan edema pulmonal yang menyebabkan gangguan pertukaran oksigen.6
b.      Koagulopati potensial yang menggangu agregasi platelet dan fungsi platelet menyebabkan peningkatan risiko perdarahan yang banyak. Pada keadaan ini, ahli anestesi harus memperhatikan peningkatan risiko hematoma epidural yang mengakibatkan kompresi pada spinal cord dan paralisis permanen. Terdapat dua periode risiko terjadinya hal ini yaitu pada saat dilakukan anestesi spinal atau anestesi epidural dan kedua pada saat pelepasan kateter epidural.6
c.       Disfungsi organ yang melibatkan ginjal dan hepar terjadi pada kasus preeklamsia berat. Terjadinya oliguria merupakan penilaian awal terhadap berkurangnya volume intravaskuler. Etiologi yang biasanya berperan terhadap berkurangnya produksi urin adalah hipovolemia intravaskular.6
2.5  Manifestasi Klinis Preeklamsia
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.  Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteri sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema non dependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.3
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.3
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.3
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.3
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.3

2.6  Diagnosis Preeklampsia
Kriteria diagnosis untuk preeclampsia meliputi onset baru peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah usia gestasi 20 minggu. Gambaran klinis berupa edema dan peningkatan tekanan darah di atas tekanan darah normal tidak lagi menjadi kriteria diagnosis. Preeclampsia berat diindikasikan pada peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi dan derajat proteinuria yang lebih besar. Gambaran lainnya dari preeklamsia berat meliputi oliguria, gangguan serebral atau visual, dan edema paru atau sianosis (Tabel 2.1).5
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Preeklampsia5
Preeklampsia

Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal.
Proteinuria: ≥ 0.3 g protein dalam pengumpulan urin 24 jam (dengan pemeriksaan disptik urin ≥ +1)
Preeklampsia berat

Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggu pada dua kali pemeriksaan dengan rentang waktu 6 jam setelah wanita tersebut istirahat.
Proteinuria: ≥ 5 g protein dalam pengumpulan urin 24 jam (dengan pemeriksaan disptik urin ≥ 3+ pada dua kali pengumpulan urin secara acak dengan rentang waktu paling sedikit empat jam.
Klinis lainnya: oliguria (≤ 500 mL dari urin 24 jam), gangguan serebral atau visual, edem paru atau sianosis, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi hati, trombositopenia, terhambat pertumbuhan intrauterin.

Diagnosis akan sulit untuk ditegakkan jika dokter tidak mampu untuk membedakan preeclampsia dengan gangguan hipertensi selama kehamilan. Gangguan – gangguan ini meliputi hipertensi kronik, preeklampsia – eklampsia, preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik, dan hipertensi gestasional.5
Hipertensi kronik didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan, yang tercatat sebelum usia gestasi 20 minggu, atau terjadi pada 12 minggu setelah persalinan. Kebalikannya, pada preeklampsia – eklampsia yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria  yang terjaid setelah usia gestasi 20 minggu. Eklampsia merupakan komplikasi terberat dari preeklampsia dimana terjadi onset kejang pada wanita dengan eklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan terjadi sekita 1% pada wanita dengan preeklampsia.5
Preeclampsia superimposed pada hipertensi kronik yang ditandai dengan onset proteinuria yang baru (atau dengan peningkatan tiba – tiba pada level protein jika proteinuria sudah terlebih dahulu ada), sebuah peningkatan yang bersifat akut pada level hipertensi (diasumsikan proteinuria telah ada), atau terjadinya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count). 5
Hipertensi gestasional didiagnosissaat terjadi peningkatan tekanan darah tanpa proteinuria yang berkembang setelah usia gestasi 20 minggu dan tekanan darah kembali normal dalam waktu 12 minggu setelah persalinan. Seperempat wanita dengan hipertensi gestasional yang disertei proteinuria dapat mengarah pada preeklampsia. 5

2.7  Manajemen Anestesi Pada Preeklampsia
Manajemen anestesi pada pasien dengan preeclampsia memainkan peran yang penting pada periode ante partum. Ahli anestesi harus terlebih dahulu melakukan evaluasi pre anestesi yang meliputi riwayat pasien dan pemeriksaan fisik dengan hati – hati melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas dikarenakan adanya peningkatan risiko edema faringolaringeal, dan penilaian terhadap kondisi kardiopulmonal pasien, cairan, dan status koagulasi. Puasa harus dipertimbangkan pada pasien yang sangat berisiko aktif dan bertujuan untuk menurunkan risiko aspirasi selama operasi section cesarea. Hasil pemeriksaan laboratorium meliputi protein urin, hitung platelet, enzim hati, dan status koagulasi.7
Pemahaman yang sesuai terhadap dampak dari intervensi obstetrik yang meliputi penggunaan magnesium sulfat adalah penting untuk manajemen anestesi pada preeclampsia. Magnesium sulfat menyebabkan vasodilatasi secara langsung yang dapat meningkatkan aliran darah uteroplasenta dan menurunkan tekanan darah. 7
Manajemen anesthesia pada pasien preeclampsia memerlukan monitoring yang adekuat dan paling tidak meliputi tekanan darah, pulsoximetry, dan sebuah Foley catheter. Pemantauan tekanan vena sentral diindikasikan pada pasien dengan edema paru, penyakit ginjal yang berat. 7
Edema paru jarang terjadi namun sering menjadi masalah komplikasi yang serius pada 3% kasus preeclampsia berat. Pemeriksaan dengan ekhokardiogram harus dilakukan jika terdapat gangguan pada jantung (misalnya kardiomiopati). Risiko edema paru meningkat seiring dengan pertambahan usia dan paritas dan sering terjadi pada masa post partum yang berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan atau karena gagal jantung. Dalam salah satu studi tentang edema parau dalam kehamilan dilaporkan kematian maternal > 10% dan kematian perinatal >50%.7
Pada kasus perdarahan peripartum karena atonia uterus, ergot alkaloid (misalnya metergin) harus dihindari pada pasien – pasien dengan peningkatan tekanan darah yang dapat menjadi risiko krisis hipertensi. Methylprostaglandin F2α (hemabate) dapat menjadi pertimbangan jika oksitosin gagal untuk mencapai kontraktilitas uterus yang adekuat. 7
ACOG dan American Society of Anesthesiologists (ASA) merekomendasikan anesthesia regional yang digunakan pada pasien dengan preeklamsia tanpa koagulopati yang bertujuan menurunkan kebutuhan terhadap anestesi umum yang semestinya dilakukan pada prosedur – prosedur darurat. Anestesi umum dapat meningkatkan risiko komplikasi yang meliputi perdarahan serebral karena terjadi perubahan pada tekanan darah yang berkaitan dengan efek induksi cepat anestesi. 7
Anestesi regional dapat menurunkan tekanan darah yang biasanya diperparah oleh respon nyeri pada pasien preeclampsia. Nanum hal ini bergantung pada kondisi hemodinamik pasien dan status volume. Pemberian cairan harus selalu diperhatikan untuk menghindari terjadinya overload cairan yang dapat meningkatkan risiko edema paru. Sejumlah studi dalam dekade terakhir ini menunjukan bahwa anestesi spinal dan anestesi kombinasi spinal – epidural merupakan prosedur yang aman tanpa meningkatkan risiko pada ibu dan janin, bahkan pada preeclampsia berat sekalipun. 7
Prosedur anestesi regional sering dihubungkan dengan menurunnya mortalitas maternal, namun general endotracheal anesthesia (GETA) atau anestesi umum masih diperlukan pada beberapa kasus. Indikasi untuk GETA meliputi suspek placental abrubtion, koagulopati, hitung platelet kurang dari 80.000 – 10.000/ μL pada pada pasien preeclampsia, edema paru berat, eklampsia, dan severe fetal distress. GETA pada preeclampsia dapat meningkatkan risiko hipertensi, aspirasi, dan depresi neonatus transien; risiko mortalitas maternal pada GETA berkisar tujuh kali libat dibandingkan dengan anesthesia regional. Selain itu, pada pasien preeclampsia sering terjadi edema faringolaringeal yang tentu saja akan menjadi hambatan dalam melakukan intubasi. Pasien dengan preeclampsia berat umumnya diberikan magnesium sulfat yang dapat mneyebabkan kelemahan otot dan berpotensi menyebabkan efek muscle relaxant baik yang bersifat depolarisasi maupun non depolarisasi. 7.8














BAB III
KESIMPULAN

Preeklamsia merupakan sindrom yang relatif jarang, terjadi sekitar 5 – 8% dari seluruh kehamilan, dan merupakan penyebab ketiga mortalitas maternal di Amerika Serikat. Penyebabnya multifaktorial, dan penyakit ini digolongkan pada disfungsi platelet dan endovaskuler dengan vasokonstriksi, perembesan kapiler, dan penurunan volume intravaskuler yang menyebabkan hipoperfusi  multiorgan dengan potensi terjadinya end – organ damage meliputi kejang eklampsia.
Penilaian awal yang hati – hati dilakukan untuk prosedur anestesi pada pasien dengan preeklampsia, khususnya pada kasus – kasus berat. Anestesia regional direkomendasikan untuk pasien dengan preeklampsia. Pedoman ASA merekomendasikan bahwa anesthesia regional harus menjadi pertimbangan awal kecuali pada kasus – kasus berat dimana harus dilakukan anesthesia umum, dimana akan terjadi peningkatan risiko akibat anesthesia umum.










DAFTAR PUSTAKA
1.      Morison DH. 1987. Anesthesia and Pre eclampsia. Canadian Journal of Anesthesia Vol 34 (4): p415.
2.      Hawkins JL. 2010. Anesthetic Management of the Preeclamptic Patient. (Online). (Available at http://www.cucrash.com. Diakses 8 Mei 2012).
3.      Cunningham FG. 2006. Buku Ajar Obstetri Williams Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit EGC.
4.      Aya AG, Mangin R, Vialles N, Ferrer JM, Robert C, Ripart J, de La Caussaye JE. 2003. Patients with Severe Preeclampsia Experience Less Hypotension During Spinal Anesthesia for Elective Cesarean Delivery than Healthy Parturients: A Prospective Cohort Comparison. Anesth Analg (97): p867–72.
5.      Wagner LK. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American Family Physician Vol 17 (12): p2317 – 2319.
6.      MacArthur A. 2005. Anesthesia for severe hypertensive disease of pregnancy and ischemic heart disease. Revista Mexicana de Anestesiología Vol 26 Supp 1: S11 – S12.
7.      Turner JA. 2010. Diagnosis and management of pre-eclampsia: an update. International Journal of Women’s Health (2): p335–337.
8.      Sidani M, Siddik – Sayyid SM. 2011. Preeclampsia, A New Perspective In 2011. M.E.J. ANESTH 21 (2): p211 – 213.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggalian jenazah (Exhumation)

Pengaruh Pinocembrin Pada Kontusio Serebri